Monday 16 April 2012

0
MAKALAH KEMAJUAN TELEKOMUNIKASI DI INDONESIA

Date: Monday 16 April 2012 02:49
Category:
Author: Unknown
Share:
Responds: 0 Comment


  • TUGAS MAKALAH
    KEMAJUAN TELEKOMUNIKASI DI INDONESIA
    UNTUK MEMENUHI UTS MATA KULIAH JARINGAN TELEKOMUNIKASI


    DISUSUN OLEH :
    NAMA : YUNUS SUTANTO
    NIM : 2211101037
    PROGRAM STUDI : TEKNIK ELEKTRO S1




    FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO
    UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
    2011








  • BAB  I
    PENDAHULUAN


    A. Latar Belakang Masalah

    Indonesia memasuki era deregulasi pada tahun 1989, setelah pemerintah mengeluarkan ketetapan baru bidang telekomunikasi (Undang-undang No. 3/1989). Salah satu bahasan yang paling penting adalah bahwa pihak swasta diajak dan diperbolehkan menyediakan jasa telekomunikasi. Beberapa perusahaan swasta mengambil kesempatan ini untuk bekerja-sama dengan PT Telkom dalam suatu usaha patungan untuk
    mendirikan dan menyediakan jaringan telepon tetap dan jaringan telepon bergerak. Persiapan dan transisi dari monopoli menjadi berpasangan atau multipoli diadakan selama tahun 1989 hingga tahun 1993. Pada awal tahun 1993 pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 8/1993 dan Peraturan Menteri No. 39/1993 yang mengatur jasa telepon dasar dan jenis kerja-sama antara perusahaan swasta dan perusahaan negara (PT Telkom dan PT Indosat). Selama tahun 1993 banyak perusahaan gabungan didirikan, seperti PT Satelindo, PT Ratelindo yang kemudian diikuti oleh perusahaan-perusahaan lainnya, untuk membangun dan mengoperasikan jasa telepon dasar. Dampak dari kebijakan pemerintah ini adalah pertumbuhan jaringan telepon yang sangat cepat.  Infrastruktur telekomunikasi yang masih sangat minim menjadi daya tarik para investor swasta asing maupun dalam negeri. Malahan, pada kondisi ketidakpastian ekonomi selama ini pun investor asing tetap berebut masuk dan menguasai bisnis telekomunikasi kita. STT Telecom dari Singapura menguasai 42 persen saham PT Indosat dan sekaligus menguasai pasar telepon seluler serta memonopoli komunikasi internasional di negara kita.


    B. Rumusan Masalah 

    Dampak dari kebijakan pemerintah ini adalah pertumbuhan jaringan telepon yang sangat cepat.
    Kebijakan dan strategi dengan memberi deregulasi, usaha memasuki pasar, peningkatan investasi, peningkatan teknologi, pengembangan sumber daya manusia, dan kebijakan standarisasi.
    Naiknya angka rencana investasi bidang telekomunikasi menjadi Rp 15 triliun tahun ini menunjukkan bangkitnya kembali bisnis telekomunikasi semenjak terjadinya krisis ekonomi.


    C. Tujuan Pembahasan 

    Tantangan Masa Mendatang yaitu dampak perkembangan teknologi akhir-akhir ini merupakan pertemuan antara teknologi komputer dan teknologi telekomunikasi yang memungkinkan transfer informasi secara waktu nyata (real time) dalam jumlah yang besar. Penerapan pertemuan teknologi ini dikenal dengan nama era informasi.
    Dengan semua kebijakan dan strategi tersebut kita berharap bahwa pertele-komunikasian di Indonesia akan mampu melayani masyarakat dengan pelayanan standar kelas dunia dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat akan bentuk jasa yang bervariasi.
    Prospek bisnisnya pun cukup menjanjikan, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Indonesia memiliki potensi pangsa pasar yang besar karena dengan 8 juta pelanggan telepon tetap (PSTN), ditambah 18 juta pelanggan seluler, maka secara efektif baru sekitar 6 persen dari penduduk kita yang menikmati fasilitas telekomunikasi.



    BAB  II
    PEMBAHASAN MASALAH


    A. Dampak dari kebijakan pemerintah

    Statistik jaringan telekomunikasi menunjukkan pertumbuhan jaringan kerja telekomunikasi sebagai berikut:
    Jaringan Telepon Tetap
    Pada tahun 1989 baru ada 800.000 Satuan Sambungan Telepon (SST), kemudian pada tahun 1993 bertambah menjadi 2.800.000 SST dan 5.700.000 SST pada tahun 1996 dan akan mencapai 8 juta SST pada akhir Pelita VI.
    Jaringan Telepon Bergerak
    Pada tahun 1989 belum ada jaringan, pada tahun 1993 baru ada 60.000 SST yang kemudian bertambah menjadi 600.000 SST pada tahun 1996 dan akan mencapai 1.300.000 SST pada akhir Repelita VI.
    Ini berarti bahwa semenjak tahun 1989 pertumbuhan dari sektor telepon adalah 100% per tahun dan semenjak tahun 1993 pertumbuhan sektor telepon bergerak mencapai 330% per tahun. Perusahaan-perusahaan yang menyediakan jasa telekomunikasi adalah :
    Jaringan Lokal: satu perusahaan kecuali di Jakarta dan di Jawa Barat
    terdapat dua perusahaan        : PT Telkom dan PT Ratelindo.
    Sambungan Jarak Jauh (SLJJ)    : PT Telkom.
    Sambungan Internasional (SLI)  : PT Indosat dan PT Satelindo.
    Jaringan Bergerak
    Tiga perusahaan nasional yang menangani GSM: PT Satelindo;
    PT.Telkomsel dan PT Exelcomindo.
    Tiga perusahaan regional yang menangani AMPS: PT Komselindo;
    PT Metrosel dan PT Telesera.
    Satu perusahaan regional yang menangani NMT-450: PT Mobisel.
    Beberapa perusahaan akan menangani jaringan PCS.
    Wartel (Warung Telepon)    : 3670 perusahaan.
    Radio Panggil              : 66 jaringan lokal 10 jaringan nasional.
    Trunking                   : 6 jaringan nasional.
    VSAT                       : 8 jaringan nasional.
    Internet                   : 37 jaringan nasional.
    Pada saat ini jasa-jasa telekomunikasi berbentuk sebagai berikut:
    Jaringan Lokal             : monopoli hingga akhir tahun 2005
    Sambungan Jarak Jauh       : monopoli hingga akhir tahun 2010
    Sambungan Internasional    : duopoli hingga tahun 2005
    Pada tahun-tahun tersebut pemerintah akan mempertimbangakan kembali apakah pemerintah akan tetap memberlakukan kebijakan-kebijakan tersebut atau akan mengeluarkan kebijakan-kebijakan baru.
    *JaringanBergerak: multipoli
    * Lain-lain: multipoli
    Semua perusahaan yang melayani jaringan telepon dasar harus berkerja-sama dengan PT Telkom/PT Indosat dan perusahaan-perusahaan swasta diperbolehkan menyediakan jasa telepon bukan dasar tanpa ada berkerja-sama dengan PT Telkom/PT Indosat
    Pada sektor lain juga terdapat perkembangan yang sangat pesat yaitu dalam teknologi trasportasi, yang mampu menciptakan peralatan transportasi yang cepat, murah, nyaman dan terkendali. Era informasi yang diikuti oleh perkembangan teknologi trasportasi memudahkan dan mempercepat pengiriman barang, jasa dan investasi dari satu wilayah ke wilayah lain dan dari satu negara ke negara lain.
    Trend ini disebut era globalisasi. Era globalisasi dan era informasi keduanya mempengaruhi kehidupan manusia, menjadikan dunia dan negara-negara tanpa batas. Ini terjadi pada semua aspek kehidupan, sehingga semua negara saling membutuhkan satu sama lain.
    Integrasi dalam ekonomi memiliki dua sisi yang berhubungan satu sama lain: ancaman dan kesempatan. Ini menjadi sangat komplek karena terjadi terus menerus pada saat yang sama.
    Ini dinamakan tantangan karena globalisasi berarti pasar terbuka dunia. Semua orang atau semua perusahaan memiliki kesempatan yang sama untuk menembus pasar negara lain. Dan dinamakan ancaman karena semua orang atau semua perusahaan akan memasuki pasar yang sama.
    Untuk menghadapi era globalisasi, Indonesia harus mampu menciptakan kebijakan dan strategi. Pada satu sisi, tidak ada cara lain untuk menghindari globalisasi, dan pada sisi lain suatu negara harus mampu menemukan cara untuk menghilangkan ancaman dan memperluan kesempatan. Pemecahan umum untuk menghilangkan ancaman adalah menyiapkan sumber-sumber yang ada bagi kompetisi global dan untuk memperluas kesempatan adalah meningkatkan terobosan-terobosan, untuk meningkatkan suatu produk agar mampu bersaing di dalam pasar sendiri dan pasar global.
    Telekomunikasi adalah salah satu kunci infrastuktur terpenting untuk memperluas tantangan nasional. Dengan telekomunikasi kita memiliki kesempatan untuk mendapatkan informasi pada waktu dan tempat yang tepat serta isi yang tepat pula sehingga bisa memenangkan strategi dalam bisnis. Telekomunikasi sebagai jenis industri juga merupakan obyek dari globalisasi. Aturan main sebagai subyek dan obyek dari globalisasi menjadikan telekomunikasi salah satu pilihan subyek yang terpenting.
    Telekomunikasi memiliki aturan main yang sangat vital dalam kontribusinya bagi era globalisasi. Teknologi telekomunikasi, bersama-sama dengan teknologi komputer merupakan teknologi utama dalam proses era globalisasi dan di sisi lain menjadi teknologi siap pakai untuk mengambil keuntungan besar dalam proses tersebut. Perkembangan sistem telekomunikasi menjadi sangat cepat dikarenakan oleh ditemukannya teknologi digital. Teknologi digital memiliki kontribusi bagi pertumbuhan jasa telekomunikasi, yang tak seorang pun mampu memperkirakan sebelumnya.
    Ini di mulai dari Integrated Service Digital Network (ISDN) kemudian Intelligent Network (I.N.) Narrow Band dan sekarang Intelligent Network Broad Band. Perkembangan I.N. kini menuju sistem super canggih atau juga disebut Multi Media Services. Dimulai dari penyedia akses internet, kini para investor melihat bisnis bagi penyediaan multi media tersebut.
    Telekomunikasi sebagai obyek dari globalisasi sangat banyak dipengaruhi oleh aspek-aspek globalisasi. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bentuk monopoli tertinggal jauh dan sebagian besar negara sekarang sedang menghadapi bentuk oligopoli. Kompetisi di antara penyedia jasa semakin meningkat. Masing-masing menawarkan mutu jasa yang lebih baik dan harga yang lebih murah. Investasi menjadi salah satu kunci terpenting, dan perusahaan-perusahaan saling kerja-sama.
    Sistem transmisi secara perlahan berubah dari sistem kabel menjadi tanpa kabel dan sekarang menjadi sistem satelit. Perbedaan jasa seperti sambungan lokal, sambungan jarak jauh dan sambungan internasional mulai kabur. Sistem telekomunikasi nasional harus berada dalam kondisi persaingan yang terbaik bagi pasar domestik dan mampu memasuki pasar global.


    B. Kebijakan dan Strategi

    => Deregulasi

    Pada era globalisasi ini, Indonesia akan terus menerapkan kebijakan deregulasi. Pemerintah akan selalu meninjau kembali tahapan regulasi bersama dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan jasa telekomunikasi. Perubahan yang paling berarti di dalam telekomunikasi yang akan terjadi di waktu dekat adalah G.M.P.C.S.
    Sistem ini memungkinkan pelanggan berkomunikasi secara bergerak, tanpa menyentuh jaringan yang ada. Regulasi seharusnya mengakomodasi sistem ini. Termasuk bagaimana sistem ini berhubungan dengan jaringan yang ada, bagaimana tentang pengaturan nomor, tarif, kepemilikan dan sebagainya.
    Secara umum, regulasi haruslah tegas, adil, konsisten tanpa tendensi, jelas dan mudah dipahami. Regulasi harus dapat menciptakan iklim kondustif bagi investasi. Fungsi pemerintah dalam hal pengaturan telekomunikasi haruslah ditingkatkan dan kekuatan hukum haruslah diterapkan.
    Usaha Memasuki Pasar
    Pemerintah haruslah meningkatkan aturan-aturan mainnya dalam mengontrol dan mengatur pertelekomunikasian dan haruslah juga menciptakan iklim persaingan yang sehat. Pengalaman dan fakta telah menunjukkan bahwa baik sistem monopoli maupun usaha sendiri memiliki kekuranganya masing-masing. Untuk itu, pemerintah untuk saat ini akan menerapkan kebijakan kerjasama dan mengontrol pasar. Bisnis kecil mempunyai hak untuk berkembang. Para pelaksana pemerintah harus memberikan kesempatan yang sama, tetapi setiap orang harus berusaha pada usaha yang dijalankan.
    Peningkatan Investasi
    Investasi konvensional dari sumber pemerintah atau sumber perusahaan negara semakin terbatas untuk mendapatkan kebutuhan informasi dan jasa telekomunikasi. Untuk melanjutkan membangun jaringan dan menyediakan jasa, pemerintah haruslah mendorong pihak swasta untuk menanamkan modalnya melalui partisipasi khusus dalam mengembangkan jasa dan jaringan telekomunikasi. Mutu Produk
    Mutu produk yang mencakup jasa dan perangkat keras haruslah ditingkatkan untuk menghadapi kompetisi global. Daya saing akan menjadi faktor penentu untuk tetap menjadi yang pertama di dalam negeri dan untuk dapat memasuki era globalisasi.


    => Peningkatan Teknologi

    Skenario pengembangan teknologi yang telah dirancang oleh BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) haruslah diterapkan secara konsisten. Tahap pertama adalah proses transfer teknologi melalui lisensi produk.
    Lisensi ini sangat penting tidak hanya di dalam kontak transfer teknologi tetapi juga bagi industri itu sendiri. Contoh yang baik dari tahap ini adalah produksi small digital switch oleh PT Inti yang telah memiliki lisensi dari Siemen. Produksi switch kecil yang memberikan kemampuan memproduksi switch yang baik, sesuai dengan kondisi geografis Indonesia. Semua penyedia jaringan diperbolehkan untuk melakukan penelitian, pengembangan dan inovasi di perusahaan, namun juga harus berpartisipasi pada kegiatan lembaga pengembangan dan penelitian.
    Untuk saat ini lima anggota KSO telah memiliki obligasi untuk melakukan usaha patungan sebanyak 1,5% pada sektor pengembangan dan penelitian telekomunikasi. Pemerintah talah mendirikan sebuah yayasan yang bernama Yayasan Litbang Telekomunikasi Indonesia (YLTI) yang aktivitasnya diatur oleh pemerintah. Pemerintah sekarang sedang mempertimbangkan bahwa obligasi ini seharusnya diberikan kepada semua pemegang lisensi.


    =>Pengembangan Sumber Daya Manusia

    Pengembangan sumber daya manusia dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan. Pada sektor telekomunikasi, saat ini pendidikan dan pelatihan hampir semua dilakukan oleh PT Telkom dan beberapa universitas. Beberapa tahun yang lalu S.T.T. Telkom atau Institut Teknologi Telekomunikasi dipisahkan dari PT Telkom dan dibuka untuk umum. Kita berharap lembaga ini akan mampu meluluskan 300 sampai 400 insinyur tiap tahun. Seperti pada sektor pengembangan dan penelitian, semua penyedia jaringan kerja juga diizinkan untuk berpartisipasi di dalam pengembangan sumber daya manusia. Pemerintah telah mendirikan suatu yayasan untuk pendidikan. Satu contoh pengembangan sumber daya manusia adalah bahwa semua KSO harus menanamkan sahamnya sebanyak 1% untuk melatih dan mendidik karyawannya. Usaha-usaha juga dilakukan melalui transfer ilmu yang diperoleh melalui pengalaman yang dibawa oleh operator kelas dunia di Indonesia.
    Kebijakan Standardisasi
    Sejalan dengan era globalisasi dan kompetisi, standardisasi sangat penting untuk memantapkan mutu, interkonektivitas dan reliabilitas jaringan dan untuk melindungi sektor telekomunikasi dari produk sisa. I.T.U. telah mengantisipasi masalah ini dengan cara restrukturisasi lembaga tersebut dengan mendirikan Biro Standar Telekomunikasi. Dirjen Postel telah mengeluarkan suatu pernyataan yang mengatur bahwa semua peralatan yang digunakan di Indonesia harus memiliki sertifikat dan label.


    C. Pembenahan sektor telekomunikasi

    Untuk mendukung dan melindungi persaingan yang sehat, pertama-tama perlu dievaluasi sejauh mana kerangka hukum, regulasi, dan kebijakan untuk mengantisipasi semua praktik-praktik antikompetisi. Terutama, perlindungan dari perilaku operator incumbent yang cenderung melakukan penyalahgunaan posisi dominannya, baik dari aspek penguasaan pasar maupun penguasaannya terhadap essential facilities.
    Misalnya, tanpa adanya pengaturan interkoneksi yang benar, maka operator incumbent dapat melakukan diskriminasi harga interkoneksi atau mempersulit penyediaan interkoneksi. Operator dominan dapat saja melakukan predatory pricing untuk menghalangi masuknya pesaing baru atau malahan mematikan pesaing.
    Di samping itu, dalam sektor telekomunikasi banyak hal lain yang dapat menimbulkan barrier to entry bagi operator baru, seperti tingginya investasi untuk jaringan akses, keterbatasan alokasi frekuensi, dan keterbatasan sistem penomoran. Penghalang untuk terciptanya persaingan yang sehat juga bisa diakibatkan oleh kebijakan pemerintah atau regulator sendiri, misalnya pengaturan tarif yang tidak kondusif atau proses pemberian lisensi yang tidak transparan.
    Dasar hukum untuk mendukung dan melindungi persaingan penyelenggaraan sektor telekomunikasi terdapat pada Pasal 10 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan UU No 5/1999 yang merupakan dasar hukum untuk larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang berlaku untuk semua sektor industri. Jika dikaji, UU No 5/1999 lebih menitikberatkan pada aturan main untuk para pelaku usaha. Misalnya, Pasal 25 UU tadi mencantumkan tolok ukur posisi dominan dan larangan terhadap penyalahgunaan posisi dominan tersebut, seperti membatasi pasar dan pengembangan teknologi; atau menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar yang bersangkutan.
    Demikian juga aturan merger antar-operator yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat seperti yang dicantumkan pada Pasal 28 dan Pasal 29 UU No 5/1999. Ini karena merger dapat berdampak pada konsentrasi badan usaha atau konsentrasi kekuasaan ekonomi. Oleh karena itu, pada kasus merger Satelindo dan IM3 ke PT Indosat perlu dicermati lebih jauh komposisi kepemilikan saham atau adanya jabatan rangkap di tingkat direksi.
    Pertanyaan selanjutnya, apakah tolok ukur dan aturan yang terdapat pada UU No 5/1999 sudah cukup untuk mendukung iklim persaingan sehat pada sektor telekomunikasi, mengingat dinamika perubahan pasar dan teknologi yang begitu cepat? UU No 36/1999 tentang Telekomunikasi sama sekali tidak menyinggung definisi operator incumbent dan aturan untuk mengantisipasi perilaku operator incumbent, atau juga tolok ukur dan pengaturan terhadap operator dominan.

    => Pemahaman hukum

    Lemahnya kerangka hukum dan regulasi ini berpotensi menimbulkan kecurangan persaingan usaha, baik yang dilakukan oleh operator incumbent maupun operator baru. Misalnya, akibat minimnya penyediaan infrastruktur telekomunikasi untuk publik dimanfaatkan oleh para operator telepon seluler untuk meraup keuntungan dari masyarakat.
    Dengan kebijakan tarif yang berlaku, para investor berebut hanya pada segmen-segmen yang memberikan keuntungan besar saja yang dikenal dengan istilah cherry picking, seperti bisnis telepon seluler, VoIP, dan Internet. Sebagai gambaran, jumlah telepon seluler naik begitu cepat mencapai 500 persen lebih dibandingkan dengan posisi pada tahun 2000, sementara untuk jaringan telepon untuk layanan publik hanya naik sekitar 16 persen.
    Kondisi ini diperparah oleh rendahnya penguasaan dan pemahaman akan hukum persaingan usaha dan etika bisnis para pelaku bisnis, personel di pemerintahan, maupun dari masyarakat selaku pengguna jasa. Tidak jarang ditemukan praktik-praktik kecurangan yang dilakukan antarpelaku bisnis, kecurangan pelaku bisnis terhadap konsumen, maupun kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak konsisten satu sama lain. Misalnya, isu-isu kecurangan persaingan usaha yang cukup santer kita dengar pada tahun lalu, seperti kasus pemblokiran sambungan SLI 001 yang dilakukan oknum PT Telkom di lapangan atau keluhan-keluhan akan sulitnya mendapatkan interkoneksi dari PT Telkom, tarif telepon seluler yang masih sangat mahal, atau proses pemberian lisensi VoIP yang menimbulkan banyak pertanyaan.
    Mengingat telekomunikasi merupakan salah satu sektor industri strategis yang menyangkut kepentingan layanan publik, maka diperlukan langkah-langkah pembenahan untuk penyempurnaan kerangka hukum dan regulasi dengan tetap memerhatikan kondisi politik, ekonomi, dan sosial masyarakat. Blueprint penyelenggaraan telekomunikasi yang ditetapkan pada tahun 1999 tentu perlu ditinjau kembali. Untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan liberalisasi sektor telekomunikasi ini, suatu platform kebijakan kompetisi sektor ini perlu disiapkan untuk dijadikan dasar setiap kebijakan kompetisi (competition policy) sektor secara konsisten dan berkelanjutan.
    Penyusunan platform ini sebaiknya melibatkan semua lembaga pemerintah dan lembaga independen lain, seperti BRTI dan KPPU, termasuk pimpinan negara. Tujuannya untuk menjamin sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan atau aturan agar tidak saling tumpang tindih atau tidak saling bertentangan, mulai dari kebijakan penanaman modal asing (PMA), kebijakan fiskal, kebijakan pengadaan barang dan jasa, kebijakan perdagangan, sampai kebijakan dan pengaturan pada level operasional untuk pengaturan lisensi, penggunaan frekuensi, dan penentuan tarif dasar telepon.

    =>Pemberdayaan sector

    Pemerintah harus mampu melihat potensi sektor telekomunikasi untuk dijadikan penggerak sektor ekonomi nasional secara langsung maupun tidak langsung, seperti adanya transfer teknologi untuk meningkatkan kualitas SDM, menambah daya tarik investor untuk sektor industri pariwisata, pertambangan, dan juga untuk mendorong pengembangan industri software untuk aplikasi dan content.
    Sebagai masukan, ada beberapa pemberdayaan sektor ini yang dapat dilakukan tanpa menunggu perubahan undang-undang yang berlaku.
    Pertama, perbaikan kinerja pengelolaan sektor telekomunikasi untuk meningkatkan sumber pendapatan pemerintah, baik dari pajak maupun dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Perlu diakui secara jujur bahwa kinerja pemerintah dalam pengelolaan sektor ini masih sangat rendah.
    Total pendapatan pemerintah dari biaya hak penyelenggaraan (BHP) Telekomunikasi dan Biaya Hak Penggunaan Frekuensi tahun 2003 hanya sekitar Rp 1,2 triliun saja (Kompas, Oktober 2003), jumlah yang kecil jika dibandingkan dengan pendapatan yang diperoleh operator. Pada tahun 2003, jumlah pendapatan 4 operator besar seluler saja mencapai Rp 20 triliun, tetapi pendapatan pemerintah dari BHPtel itu hanya Rp 200 miliar. Sebagai bandingan, Pemerintah India menetapkan license-fee yang harus dibayar per tahun sebesar 12 persen dari total pendapatan untuk operator yang berbisnis di kota besar, 10 persen untuk kota-kota sedang, dan 8 persen di kota-kota kecil.
    Kedua, penataan ulang struktur penyelenggaraan telekomunikasi yang dinilai sudah tidak mampu mengikuti perubahan bisnis dan teknologi telekomunikasi. Berdasarkan Pasal 7 UU No 36/1999 dan Pasal 3 PP No 52/2000, penyelenggaraan jaringan dipisahkan dari jasa telekomunikasi sehingga operator jaringan harus meminta izin baru lagi untuk setiap menggelar jasa baru. Padahal diketahui, jasa telekomunikasi itu merupakan produk dari teknologi jaringan yang selalu berkembang.
    Ketiga, pemberdayaan BRTI sebagai badan regulator yang benar-benar independen dan profesional untuk mendukung kompetisi yang fair. Pembenahan mencakup dasar dan status hukum, tanggung jawab dan kewenangan, hubungan kerja dengan Menhub dan staf Ditjen Postel, sumber pendanaan BRTI, besarnya renumerasi anggota komite, serta masa tugas komite. Karenanya, perlu ditinjau kembali Kepmen No 31/2003 karena tidak sesuai dengan konsep pembentukan BRTI yang independen (Kompas, 17 April 2003).
    Keempat, efektivitas dan efisiensi pelaksanaan USO. Setiap negara memiliki tujuan dan strategi yang berbeda-beda dalam pelaksanaan USO. Rancangan kepmen untuk pelaksanaan USO dinilai kurang applicable karena pada kepmen itu pemerintah akan menunjuk penyelenggara tertentu untuk penyelenggaraan USO, sementara operator lain diwajibkan memberikan kontribusi berupa kompensasi USO.
    Misalnya, 25 persen dari total rencana investasi harus dialokasikan untuk pembangunan di daerah kecil atau terpencil dan pelaksanaannya dilakukan pada waktu yang bersamaan. Dengan formula 3 in 1 itu, maka perkembangan pembangunan di daerah terpencil dapat dilakukan secara proporsional dan bersamaan agar tidak ketinggalan terus


    BAB  III
    PENUTUP


    A. Kesimpulan

    Semenjak tahun 1989 pertumbuhan dari sektor telepon adalah 100% per tahun dan semenjak tahun 1993 pertumbuhan sektor telepon bergerak mencapai 330% per tahun. Data di asas membuktikan bahwa telekomunikasi di indonesia pada era globalisasi ini sangatlah penting apalagi saat era globalisasi saat ini. Trend ini disebut era globalisasi. Era globalisasi dan era informasi keduanya mempengaruhi kehidupan manusia, menjadikan dunia dan negara-negara tanpa batas. Ini terjadi pada semua aspek kehidupan, sehingga semua negara saling membutuhkan satu sama lain. Telekomunikasi adalah salah satu kunci infrastuktur terpenting untuk memperluas tantangan nasional. Dengan telekomunikasi kita memiliki kesempatan untuk mendapatkan informasi pada waktu dan tempat yang tepat serta isi yang tepat pula sehingga bisa memenangkan strategi dalam bisnis. Telekomunikasi sebagai jenis industri juga merupakan obyek dari globalisasi. Aturan main sebagai subyek dan obyek dari globalisasi menjadikan telekomunikasi salah satu pilihan subyek yang terpenting. Dan sudah saatnya pemerintah dapat memperhatikan perkembangaan telekomunikasi di Indonesia. Karena era informasi yang diikuti oleh perkembangan teknologi dapat memudahkan dan mempercepat pengiriman suatu infirmasi dari satu wilayah ke wilayah lain dan dari satu negara ke negara lain.


    B. Saran

    Seharusnya Pemerintah melelui MenKominfo dapat bekerjasama dengan seluruh perusahaan operator yang ada di Indonesia agar dapat memberikan pelayanan yang sangat memuaskan kepada pelanggan karena saat ini banyak masyarakat Indonesia yang menggunakan fasilitas telepon bergerak.





    DAFTAR PUSTAKA
    -Asmiati Rasyid Pendiri Pusat Studi Regulasi Telekomunikasi Indonesia,
    Staf Pengajar di STMB (www. google.com/telekomunikasi di Indonesia)
    -www.google.com

    Artikel Terkait :



    Post a Comment

    Terima Kasih Sudah Berkunjung ke Blog ini. Silahkan Tinggalkan Komentar Anda dengan Sopan dan Baik Agar Admin Selalu Lebih Semangat.